A. Pengertian Qasam
Qasam
menurut bahasa berarti al-hilf dan al-yamin, yakni sumpah. Sedangkan
menurut syarak ( hukum Islam ) adalah menahkikkan sesuatu atau
menguatkannya dengan menyebut nama Allah SWT atau salah satu sifat-Nya (
Ensiklopedi Hukum Islam, 1993: 294 ). Menurut Baidan (1998: 213 ) qasam
adalah menguatkan sesuatu dengan menyebutkan sesuatu yang diagungkan
dengan menggunakan huruf-huruf (sebagai perangkat sumpah) seperti و , ب dan
huruf lainnya. Dengan dua pengertian qasam dia atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa qasam adalah menguatkan sesuatu dengan menyebut nama
Allah SWT atau salah satu sifat-Nya dengan menggunakan
huruf sumpah ( al-qasam ), yaitu waw, ba, dan ta, seperti wallahi (
demi Allah ), billahi ( demi Allah ), dan tallahi ( demi Allah ).
B. Faedah Qasam dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an
diturunkan untuk semua manusia. Meskipun demikian, tanggapan manusia
sangat beragam terhadap Al-Qur’an, di antaranya ada yang meragukan, ada
yang mengingkari dan ada yang memusuhinya. Keragaman tanggapan ini
dicarikan solusinya dalam Al-Qur’an dengan menggunakan qasam yang tetap
memperhatikan keadaan lawan bicaranya. Ada tiga pola yang digunakan
Al-Qur’an yang terkenal dengan sebutan adrubul khabar as-salasah, yaitu ibtida’i, talabi dan ingkari ( Al-Khattan, 2001: 414 ).
Khabar Ibtida’i digunakan pada
mukhatab yang hatinya masih kosong, belum mempunyai persepsi yang
miring atau masih bersih dari memikirkan masalah yang dijadikan.
Berbicara dengan orang seperti ini tidak menggunakan penguat ( ta’kid ).
Sedangkan khabar yang digunakan dalam membahas suatu masalah dimana
mukhatabnya masih ragu , maka mukhatab tersebut perlu penguat untuk
menghilangkan keraguannya. Khabar ini dinamakan khabar talabi. Namun
jika mukhatab menolak pernyataan yang disampaikan, maka diperlukanlah
penguat sesuai dengan tingkat kadar penolakannya. Khabar seperti ni
dinamakan khabar inkari.
Qasam
dilakukan oleh seseorang dengan tujuan untuk mengikat jiwa (hati ) agar
tidak melakukan sesuatu, dengan ‘suatu makna’ yang dipandang besar ,
agung, baik secara hakiki maupun secara I’tiqadi oleh orang yang bersumpah ((
Al Khattan, 2001: 414 ). Realitas ini telah dipraktekkan oleh bangsa
Arab sebelum Nabi Muhammad menyampaikan risalahnya dan menjadi adat
kebiasaan secara turun temurun. Dalam prakteknya, mereka sering
menggunakan kata Allah, meskipun mereka dikenal dengan penyembah berhala
( paganism ). Hal ini telah disinyalir oleh al-Qur’an dalam surat
Al-Fathiir ayat 42 sebagai berikut:
Artinya
:”dan mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sekuat-kuat sumpah;
Sesungguhnya jika datang kepada mereka seorang pemberi peringatan,
niscaya mereka akan lebih mendapat petunjuk dari salah satu umat-umat
(yang lain). tatkala datang kepada mereka pemberi peringatan, Maka
kedatangannya itu tidak menambah kepada mereka, kecuali jauhnya mereka
dari (kebenaran).”
Kebiasaan-kebiasaan
qasam yang dilakukan oleh bangsa Arab ini tidak ditolak oleh Islam,
tetapi justru dijadikan sarana untuk mengkomusikasikan Al-Qur’an kepada
mereka. Hal ini terjadi mengingat Al-Qur’an diturunkan pada masyarakat
arab yang menggunakan bahasa Arab ( Hamzah, 2003: 207 ).
Seiring
dengan perkembangan zaman, qasam digunakan dalam berbagai hal, seperti
sumpah di pengadilan, sumpah jabatan, sumpah organisasi dan lain
sebagainya. Melihat reaitas ini, para alim merumuskan ketentuan qasam
berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits. Nasruddin Baidan ( 1998: 16 ) menjelaskan bahwa dalam pelaksanaanya, sumpah harus memenuhi 4 rukun, yaitu: muqsim (pelaku sumpah),muqsam bih (sesuatu yang dipakai sumpah), adat qasam (alat untuk bersumpah), dan muqsam “alaih ( jawab sumpah). Sedangkan Al
Khattan menyebutkan 3 unsur qasam, yaitu fi’il yang Ditransitifkan
dengan “ba”, muqsam bih dan muqsam alaih ( Al Khattan, 2001: 414 ).
Mengingat
qasam merupakan sesuatu yang sakral, maka para alim menggali aturan
hukum yang dapat menempatkan sumpah ke dalam posisi yang tetap sakral,
yaitu dengan menetapkan konsekuensi yang harus diterima oleh orang yang
melakukan sumpah dusta atau melanggar sumpah. Konsekuensi yang dimaksud
adalah membayar kafarah sumpah sebagai berikut : (1) Memerdekakan
seorang budak, atau (2) Memberi makan sepuluh orang miskin, atau ( 3)
Memberi pakain kepada sepuluh orang miskin ( Ibrahim, 1992: 270 ).
C. Unsur Sigat Qasam
Dalam pembahasan unsur- unsur sigat qasam, pemakalah memakai kreteria yang disampaikan Al Khattan sebagai berikut:
1. Fi’il yang Ditransitifkan dengan “Ba”
Dalam
praktiknya, fiil qasam sering dihilangkan dan dicukupkan dengan dengan
ba, wawu atau ta’. Ketiga huruf inilah yang disebut adat qasam oleh
Baidan ( 1998: 114 ). Dalam Ensiklopedi Hukum Islam (1993: 295 )
dijelaskan bahwa lafal sumpah harus menggunakan huruf sumpah ( al-qasam
), yaitu waw, ba, dan ta, seperti wallahi ( demi Allah ), billahi ( demi
Allah ), dan tallahi ( demi Allah ).
2. Muqsam Bih
Muqsam
bih adalah sesuatu yang digunakan untuk bersumpah ( Al Khattan, 2001:
413 ). Kekuatan dan kesakralan sumpah tergantung dari muqsam bih yang
digunakan. Termasuk konsekuensi yang akan diterima oleh orang yang
mengucapkan.
Dalam Al-Qur’an, Allah menggunakan muqsam bih dengan
apa saja yang dikehendaki ( Al Khattan, 2001: 416 ). Namun, secara
garis besar, muqsam bih yang digunakan Allah dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu:
a. Sumpah Allah dengan Dzat-Nya sendiri.
Sumpah
Allah dengan Dzat-Nya ini dimaksudkan untuk memantapkan eksistensi
Dzat-Nya dan sifat-sifat-Nya ( Al Jauziyah, 2001: 9 ).
Muqsam bih dengan Dzat Allah ini disebut sebanyak 7 tempat dalam Al-Qur’an ( Al Khattan, 2001: 416 ), diantaranya:
Artinya:
“ orang-orang yang kafir mengatakan bahwa mereka sekali-kali tidak akan
dibangkitkan. Katakanlah: "Memang, demi Tuhanku, benar-benar kamu akan
dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan." yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.”( QS At Tagabun (
64) : 7 )
Artinya: “Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua.” ( QS Al Hijr ( 15 ) : 92)
Artinya: “Demi
Tuhanmu, Sesungguhnya akan Kami bangkitkan mereka bersama syaitan,
kemudian akan Kami datangkan mereka ke sekeliling Jahannam dengan
berlutut.” ( QS Maryam (19): 68 )
b. Sumpah Allah dengan sebagian makhluk-Nya
Sumpah
ini merupakan sumpah yang paling banyak disebut dalam Al-Qur’an. Sumpah
ini digunakan dengan maksud untuk menunjukkan bahwa makhluk itu
termasuk salah satu ayat-Nya yang agung ( Al Jauziyah, 2001: 9 ), di
antaranya :
Artinya:
“1. demi matahari dan cahayanya di pagi hari, 2. dan bulan apabila
mengiringinya, 3. dan siang apabila menampakkannya, 4. dan malam apabila
menutupinya, 5. dan langit serta pembinaannya, 6. dan bumi serta
penghamparannya, 7. dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), 8.
Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya. 9. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa
itu” ( QS Asy Syams ( 91 ): 1-9 ).
Artinya
: “ demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun,@ dan demi bukit Sinai,@ dan demi
kota (Mekah) ini yang aman,@ Sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya( QS Attin ( 95 ) : 1-4 )
Artinya:
“ demi malam apabila menutupi (cahaya siang),@ dan siang apabila terang
benderang, @dan penciptaan laki-laki dan perempuan, @Sesungguhnya usaha
kamu memang berbeda-beda ( QS Al Lail (92) : 1-4 )
Khusus
sumpah yang dilakukan manusia, syariat Islam memberikan aturan yang
jelas, yaitu bersumpah hanya dengan Allah saja. Sedangkan bersumpah
selain Allah dipandang syirik. Yusuf Qardhawi ( 1995: 522 ) menjelaskan
bahwa apabila seseorang bersumpah dengan Allah berarti dia
mengagungkan-Nya dan mentauhidkan-Nya. Kalau berdusta, ia tinggal
menanggung dosanya. Namun, bila seseorang bersumpah dengan selain Allah,
sesungguhnya ia telah melakukan perbuatan syirik. Fatwa ini didasarkan
pada sabda Rasulullah saw. :
من حلف بغير الله فقد اشرك ( رواه احمد والترمذى والحكيم وابن عمر )
Artinya : “Barang siapa bersumpah dengan selain Allah, sesungguhnya ia telah melakukan syirik.”
Qasam, jika dilihat dari nampak tidaknya fi’il qasam dan muqsam bih dapat dibedakan menjadi 2 ( Al Khattan, 2001: 417 ), yaitu:
a. Zahir,
yaitu sumpah yang di dalamnya disebutkan fi’il qasam dan muqsam bih.
Fi’il qasam, kadang disebutkan dan kadang dihilangkan. Fiil qasam yang
dihilangkan ini disebabkan karena dipandang cukup dengan huruf jar
berupa ba, wawu dan ta’. Contohnya :
IArtinya:
(1) aku bersumpah demi hari kiamat,(2) dan aku bersumpah dengan jiwa
yang Amat menyesali (dirinya sendiri) ( QS A Qiyamah ( 75 ) : 1-2 )
Artinya: “(1) demi matahari dan cahayanya di pagi hari,(2) dan bulan apabila mengiringinya,( QS Asy-Syams ( 91 ): 1-2 )
b. Mudmar yaitu sumpah yang di dalamnya tidak disebutkan fi’il qasam dan muqsam bih, tetapi ditunjukkan oleh “ lam taukid” yang masuk ke dalam jawab qasam, seperti firman Allah dalam surat Ali Imran : 186 :
Artinya
: “ kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. dan
(juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi
kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah,
gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. jika kamu bersabar dan
bertakwa, Maka Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk urusan yang patut
diutamakan.”
3. Muqsam ‘Alaih
Muqsam
‘alaih atau dikenal dengan jawab qasam adalah sesuatu yang karenanya
sumpah diucapkan. Dengan kata lain, qasam diucapkan karena untuk
mengukuhkan muqsam alaih. Mudzakir, dalam menterjemahkan kitab Mabahis
fi “ulumil Qur’an memberi penjelasan bahwa dalam gramatika bahasa Arab,
qasam dan syarat merupakan unsur suatu kalimat. Keduanya harus mempunyai pernyataan jawab yang lazim disebut jawab qasam (muqsam alaih ), seperti
kalimat “ Demi Allah, saya akan bersedekah “, dan jawab syarat, seperti
kalimat “ Jika kamu rajin belajar, tentu akan pandai. (Al Khattan, 2001: 422 )
Berkaitan dengan pembahasan muqsam alaih, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan , yaitu :
a. Materi muqsam ‘alaih haruslah materi yang layak dikuatkan, seperti berita ghaib, bukan hal-hal kecil dan remeh.
b. Muqsam alaih pada umumnya disebutkan, namun kadang ada juga yang dihilangkan. Adapun contoh jawab qasam yang disebutkan adalah :
Artinya:
“(1) demi matahari dan cahayanya di pagi hari, (2) dan bulan apabila
mengiringinya, (3)dan siang apabila menampakkannya, (4) dan malam
apabila menutupinya (5) dan langit serta pembinaannya, (6) dan bumi
serta penghamparannya, (7) dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),
(8). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya(9) Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa
itu, ( QS Asy Syams ( 91 ) : 1-9 ).
Sedangkan contoh jawab qasam yang dihilangkan adalah:
Artinya:
“ (1) demi fajar, (2) dan malam yang sepuluh (3) dan yang genap dan
yang ganjil, (4) dan malam bila berlalu. (5) pada yang demikian itu
terdapat sumpah (yang dapat diterima) oleh orang-orang yang berakal. (6)
Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum
'Aad? ( QS Al Fajr ( 89 ) : 1-6 ).
Menurut
sebagian ulama bahwa jawab qasam pada ayat di atas dihilang, yakni “
Kamu pasti akan disiksa wahai orang kafir Mekkah. Meskipun demikian, Al
Khattan berpendapat lain, bahwa ayat di atas sebenarnya tidak memerlukan
jawab, karena muqsam bihnya adalah waktu yang mengandung amal yang
pantas untuk dijadikan oleh Allah sebagai muqsam bih.
c. Allah
bersumpah untuk menetapkan bahwa muqsam alaih merupakan pokok –pokok
keimanan yang wajib diketahui oleh makhluknya . Adapun ayat-ayat
tersebut diantaranya sebagai berikut :
Artinya:
(1) Yaa siin (2) demi Al Quran yang penuh hikmah,(3). Sesungguhnya kamu
salah seorang dari rasul-rasul,( QS Yasin ( 36 ) : 1-3 )
Artinya:
“(1)demi (rombongan) yang ber shaf-shaf dengan sebenar-benarnya (2) dan
demi (rombongan) yang melarang dengan sebenar-benarnya (dari
perbuatan-perbuatan maksiat),(3)dan demi (rombongan) yang membacakan
pelajaran, (4) Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Esa.”(QS Ashshffat: 1-4)
d. Muqsam alaih, jika dilihat dari jumlah ( kalimat ) yang digunakan ada 2 yaitu jumlah khabariyah dan thalabiyah. Jumlah Khabariyah adalah kalimat berita yang bersifat informatif dan inilah yang paling banyak sebagaimana firman Allah :
Artinya:”
Maka demi Tuhan langit dan bumi, Sesungguhnya yang dijanjikan itu
adalah benar-benar (akan terjadi) seperti Perkataan yang kamu ucapkan.” (
QS Az-Zariyat ( 51 ): 23 )
Adapun jumlah talabiyah adalah kalimat yang tidak informatif yang berisi perintah, larangan, pertanyaan dan sebagainya.Sebagaimana firman Allah :
Artinya:”.
Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua, @ tentang apa
yang telah mereka kerjakan dahulu.” ( QS Al Hijr ( 15) : 92-93 ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar