Minggu, 15 Oktober 2017

Ayat makkiyah dan madaniyah

Definisi Al-Makki dan Al-Madani Kata al-makki berasal dari “Mekah” dan al-madani berasal dari kata “Madinah”. Kedua kata tersebut telah dimasuki “ya” nisbah sehingga menjadi al-makkiy atau al-makkiyah dan al-madaniy atau al-madaniyah.[1] Secara harfiah, al-makki atau al-makkiyah berarti “yang bersifat Mekah” atau “yang berasal dari Mekah”, sedangkan al-madaniy atau al-madaniyah berarti “yang bersifat Madinah” atau “yang berasal dari Madinah”. Maka ayat atau surat yang turun di Mekah disebut dengan al-makkiyah dan yang diturunkan di Madinah disebut dengan al-madaniyah.[2] Secara etimologi, al-makki atau al-makkiyah adalah sesuatu (ayat atau surat Al-Qur’an) yang dinisbahkan kepada kota Mekah. Sedangkan al-madani atau al-madaniyah adalah sesuatu (ayat atau surat Al-Qur’an) yang dinisbahkan kepada kota Madinah. Mekah dan Madinah merupakan dua kota yang menjadi basis utama Rasulullah dalam mengembangkan agama islam. Dengan demikian, kedua kota tersebut merupakan daerah terbanyak tempat diturunkannya ayat suci Al-Qur’an.[3] Secara terperinci para Mufassir berbeda pendapat dalam mendefinisikan makkiyah dan madaniyyah. Perbedaan itu ialah: Menurut Mabahits, Makkiyah ialah segala ayat yang diturunkan di Mekkah dan Madaniyyah segala ayat yang diturunkan di Madinah. Termasuk dalam pengertian di Mekkah tempat-tempat yang terletak di sekitarnya (Arafah, Hudaibiah, dan lain-lain), dan termasuk pula dalam pengertian di Madinah tempat-tempat yang terletak disekitarnya (Badar, Uhud, dan lain-lain).[4] Menurut Al Itqan, Makkiyah adalah segala ayat yang turun sebelum hijrah, sekalipun turunnya di Madinah. Dan Madaniyyah adalah segala ayat yang turun setelah hijrah sekalipun turunnya di Mekkah. Disini berpatokan adalah saat hijrah Nabi dari Mekkah ke Madinah.[5] Menurut Al Burhan, Makkiyyah ialah segala ayat yang isi pembicaraannya kepada penduduk Mekkah dan sekitarnya serta Madaniyyah adalah segala ayat yang isi pembicaraannya ditujukan kepada penduduk Madinah dan sekitarnya. Berdasarkan kriteria ketiga inilah orang mengatakan setiap ayat yang berisi seruan kepada orang mukmin (ya ayyuhal ladziina aamanu) menunjukkan ia turun di Madinah, dan setiap ayat yang berisi seruan kepada manusia (ya ayyuhannaassu) menunjukkan ia turun di Mekkah.[6] Para ulama memberikan pengertian istilah yang cukup beragam terhadap term al-makki dan al-madani ini. Keberagaman tersebut muncul karena para ulama beranjak dari sudut pandang yang berbeda antara satu dengan lainnya. Suatu kelompok ulama menetapkan batasan yang tidak sama dengan kelompok yang lainnya.[7] Berbagai patokan yang dijadikan sebagai titik start dalam memberikan definisi terhadap al-makki dan al-madani tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga:[8] Pertama, al-makki dan al-madani didefinisikan dengan Peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW. beserta para sahabat dari Mekkah ke Madinah diambil sebagai garis demarkasi antara ayat atau surat makkiyah dengan ayat atau surat madaniyah. Dengan demikian definisi yang diberikan adalah (Manna ‘al-Qaththan, tth: 61):[9] وَاِنْ كَانَ نُزُوْلُهُ بِغَيْرِ مَكَّةِ, اَلْمَكِيُّ مَانُزِلَ قَبْلَ هِجْرَةِ الرَّسُوْلِ وَالْمَدَنِيُّ مَانُزِلَ بَعْدَ هَذِهِ الْهِجْرَةِ وَاِنْ كَانَ نُزُوْلُهُ بِمَكَّةَ Al-makki adalah sesuatu (ayat atau surat Al-Qur’an) yang diturunkan sebelum Nabi hijrah ke Madinah, sekalipun turunnya di luar Mekkah. Sedangkan al-madani adalah sesuatu (ayat atau surat Al-Qur’an) yang diturunkan sesudah Nabi hijrah, sekalipun turunnya di Mekkah. Berdasarkan definisi yang menjadikan peristiwa hijrah ke Madinah sebagai batasan, maka ayat: * ¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù'tƒ br& (#r–Šxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #’n<Î) $ygÎ=÷dr& #sŒÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAô‰yèø9$$Î 4 ¨bÎ) ©!$# $­KÏèÏR ä3ÝàÏètƒ ÿ¾ÏmÎ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $Jè‹Ïÿxœ #ZŽÅÁt ÇÎÑÈ Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di anatara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. An-Nisa’: 58) Merupakan ayat al-madani, sekalipun ayat tersebut diturunkan di Mekah ketika terjadi peristiwa Fathu Mekah (penaklukan kota Mekah). Demikian juga keadaannya dengan ayat yang diturunkan ketika Nabi melaksanakan Haji Wada’ (haji perpisahan) yang berbunyi.[10] 4.….. tPöqu‹ø9$# àMù=yJø.r& öNä3s9 öNä3oYƒÏŠ àMôJoÿøCr&ur öNä3ø‹n=tæ ÓÉLyJ÷èÏR àMŠÅÊu‘ur ãNä3s9 zN»n=ó™M}$# $YYƒÏŠ 4ÇÌÈ Artinya: Pada hari ini telah kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah kuridhai Islam itu jadi agama bagimu. (QS. Al-Ma’idah: 3) Kedua, mengartikan terminologi al-makki dan al-madani dengan berpatokan kepada tempat ayat diturunkan. Dalam hal ini, definisi yang dikemukakan adalah (Manna’al-Qaththan, tth: 62)[11] Al-makki adalah sesuatu (ayat atau surat Al-Qur’an yang diturunkan di mekkah dan sekitarnya, seperti Mina, Arafah, dan Hudaibiyah. Dan al-madani adalah sesuatu (ayat atau surat Al-Qur’an) yang diturunkan di madinah dan sekitarnya, seperti Uhud, Quba dan Sil. Ketiga, definisi yang berpatokan kepada mukhatab atau orang yang dijadikan sasaran dari diturunkannya sebuah ayat atau surat. Dari batasan ini diketengahkan definisi (Manna ‘al-Qaththan, tth:62)[12] Al-makki adalah sesuatu (ayat atau surat Al-Qur’an) yang seruannya ditujukan kepada penduduk Mekah dan al-madani adalah sesuatu (ayat atau surat Al-Qur’an) yang seruannya ditujukan kepada penduduk Madinah. B. Klasifikasi Al-Makki dan Al-Madani Ada dua metode yang digunakan oleh para ulama untuk mengetahui apakah suatu ayat termasuk makki atau madani.[13] 1. Metode al-Sima’i Ada juga yang menyebut metode ini dengan istilah al-sima’i al-naqli (mengikuti saja apa yang didengar berdasarkan suatu riwayat). Metode al-sima’i merupakan upaya untuk mengetahui apakah suatu ayat atau surat tergolong ke dalam makki atau madani berdasarkan kepada riwayat yang shahih dari para sahabat yang hidup pada masa itu dan menyaksikan turnnya wahyu. Riwayat tersebut juga dapat berasal dari tabi’in yang menerima dan mendengar dari sahabat tentang bagaimana, dimana, dan peristiwa apa yang berkaitan dengan turunnya suatu wahyu. (Manna’al-Qaththan, tth: 60).[14] 2. Metode qiyasi atau al-qiyasi al-ijtihadi. Metode al-ijtihadi adalah upaya untuk mengetahui apakah ayat atau surat tergolong ke dalam makki atau madani berdasarkan kepada ijtihadi atau qiyas. Cara kerja metode ini didasarkan pada ciri-ciri makki dan madani. Apabila dalam surat makki terdapat suatu ayat yang mengandung sifat madani atau peristiwa madani, maka dikatakan bahwa ayat itu madani. Dan apabila dalam surat madani terdapat suatu ayat yang mengandung sifat makki atau mengandung peristiwa makki, maka ayat tadi dikatakan ayat makki. Bila dalam satu surat terdapat ciri-ciri makki, maka surat itu dinamakan surat makki. Demikian pula jika dalam suatu surat terdapat ciri-ciri madani, maka surat itu dinamakan surat madani. Inilah yang disebut dengan Qiyasi Ijtihadi (Manna’al-Qaththan, tth: 61)[15] C. Ciri-ciri Al-Makki dan Al-Madani Para ulama telah melakukan penelitian mendalam terhadap ayat-ayat atau surat-surat makki dan madani sehingga dapat menghasilkan ketentuan analogis bagi keduanya. Mereka telah berhasil merumuskan karakteristik atau ciri-ciri khusus dari makki dan madani, baik menyangkut gaya bahasa maupun persoalan yang dibicarakan. 1. Ciri-ciri al-Makki Ayat-ayat atau surat-surat makkiyah, dilihat secara umum terutama segi redaksi yang digunakannya, memiliki ciri-ciri tertentu. Akan tetapi, ciri-ciri yang dapat disimpulkan tersebut tetap saja tidak dapat diberlakukan secara menyeluruh terhadap semua bagian Al-Qur’an. Ada beberapa pengecualian atau realitas yang berada di luar kategorisasi tersebut. Menurut Manna’al-Qaththan (tth: 63), ayat atau surat makkiyah memiliki ciri-ciri umum sebagai berikut:[16] a. Setiap surat yang di dalamnya terdapat istilah “sajadah” b. Setiap surat yang disana terdapat lafaz “kalla”. Lafaz ini hanya terdapat dalam separuh terakhir dari Al-Qur’an. Dan disebutkan sebanyak 33 kali dalam 15 surat. c. Setiap surat yang mengandung “wahai manusia” dan tidak mengandung “wahai orang-orang yang beriman” kecuali surat al-hajj ayat 77 yang pada akhir surat terdapat يَا ا‏َيُّهَالَّذيْنَ ءَامَنُوْاارْكَعُوْاوَسْجُدُوْا............. namun demikian, sebagian ulama berpendapat bahwa ayat tersebut diatas merupakan ayat makkiyah. d. Setiap surat yang megandung kisah para nabi dan umat terdahulu, kecuali suratal-Baqarah. e. Setiap surat yang mengandung kisah Adam dan Iblis, kecuali surat al-baqarah. f. Ayat-ayatnya di mulai dengan huruf terpotong-potong (huruf at-tahajji) seperti alif lam mim dan sebagainya, surat Al-baqarah dan Ali Imran.[17] Dari sudut tema yang diangkat dan gaya bahasa yang digunakan, ayat atau surat makkiyah memiliki beberapa karakteristik, yaitu (manna al-Qaththan, tth: 63-64):[18] 1) Berisi ajakan kepada tauhid dan beribadah hanya kepada Allah, pembuktian terhadap kebenaran risalah, misteri di seputar kebangkitan pada hari pembalasan, kiamat, neraka, surga, argumen terhadap orang yang musyrik dengan menggunakan bukti-bukti rasional dan ayat-ayat kauniyah. 2) Peletakan dasar-dasar umum bagi pembumian syariat dan akhlaq mulia yang menjadi dasar terbentuknya suatu masyarakat dan penyingkapan dosa orang musyrik dalam penumpahan darah, memakan harta anak yatim secara zalim, penguburan hidup-hidup bayi perempuan serta tradisi buruk lainnya. 3) Mengangkat kisah para nabi dan umat-umat terdahulu sehingga umat Muhammad (terutama orang kafir) dapat mengambil pelajaran dengan mengetahui nasib pendusta agama sebelum mereka. Hal itu juga berfungsi sebagai hiburan dan sugesti bagi Rasulullah sehingga tabah menghadapi gangguan kaumnya serta yakin akan datangnya kemenangan. 4) Memiliki gaya khusus dengan suku kata dan statemen simpel tapi memiliki kekuatan sehingga sangat mengesankan. Pernyataan-pernyataan yang terkesan “sederhana” tersebut dapat menghembus telinga, menggetarkan hati dan menaklukkan orang yang mendengarkannya. 2. Ciri-ciri al-Madani Menurut Manna al-Qaththan (tth: 64), secara umum ayat atau surat madaniyah memiliki beberapa kekhususan. Kekhususan tersebut adalah:[19] a. Setiap surat yang berisi tentang sesuatu yang wajib dikerjakan oleh seorang muslim (faridhah) dan hukuman (had). b. Setiap surat yang di dalamnya menceritakan tentang orang-orang munafik, kecuali dalam surat al-ankabut (29). c. Setiap surat yang di dalamnya terdapat dialog (mujadalah) dengan ahli kitab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penbukaan -Pembukaan Surah

Pengertian Fawatih Al-Suwar Dilihat dari segi bahasa ” fawatih” adalah jamak dari kata “faith”, yang lughawi artinya pembuka. Sedangkan ka...